• Jelajahi

    Aplikasi (1) Artis (3) Covid 19 (1) Daerah (553) Hukum (85) Internasional (187) Kampus (57) Lifestyle (16) Nasional (276) Politik (74)
    Copyright © elitnesia.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    PEMA Universitas Almuslim Bangkit ! Tolak 4 Batalyon TNI Baru di Aceh – Ajak BEM Se-Aceh bersuara! "Bangun Pendidikan Bukan Militerisasi!

    05 Mei 2025, 21:37 WIB Last Updated 2025-05-05T14:37:48Z

     

    Rahmat Rizki Presiden Mahasiswa Universitas Almuslim Periode 2025–2026.

    Elitnesia.id,- Rencana Pemerintah Pusat membangun empat batalyon teritorial TNI di Aceh menimbulkan keprihatinan serius di tengah masyarakat sipil, khususnya kalangan mahasiswa. Langkah ini bukan sekadar kebijakan pertahanan, tetapi juga menyangkut keberlanjutan perdamaian yang telah diperjuangkan melalui proses panjang dan menyakitkan selama puluhan tahun.


    Perlu diingat bahwa pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) sebagai landasan perdamaian permanen di Aceh. Salah satu butir penting dalam MoU tersebut adalah pembatasan jumlah personel militer di Aceh, yakni 14.700 personel TNI dan 9.100 personel Polri. MoU ini bukan hanya kesepakatan politik, tetapi simbol komitmen bersama untuk mengakhiri kekerasan dan membangun masa depan yang damai.


    Penambahan empat batalyon baru—yang berarti ribuan personel tambahan—secara nyata bertentangan dengan semangat dan isi kesepakatan tersebut. Jika tetap dilaksanakan, kebijakan ini berisiko mengganggu stabilitas sosial, memicu trauma masa lalu, serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat.


    Mahasiswa menilai bahwa pembangunan di Aceh seharusnya difokuskan pada pemenuhan hak dasar masyarakat, seperti pendidikan, pekerjaan, dan layanan publik yang memadai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh masih berada di bawah rata-rata nasional. Sebagian besar pemuda Aceh hari ini tidak membutuhkan barak militer baru, tetapi ruang belajar, ruang kerja, dan ruang kreativitas.


    Lebih jauh, kebijakan penambahan batalyon menunjukkan kurangnya empati terhadap sejarah panjang luka konflik di Aceh. Keamanan sejati tidak dapat dibangun semata-mata melalui pendekatan kekuatan militer. Keamanan yang langgeng hanya bisa tumbuh dari kepercayaan, keadilan, dan kesejahteraan.


    Kami, mahasiswa Universitas Almuslim, menyerukan kepada Gubernur Aceh, DPRA, anggota DPD RI, DPR RI dari Aceh, dan seluruh Aktivis Organisasi, Aktivis Mahasiswa, Para Ketua OKP, Ormas, serta seluruh jajaran BEM se-Aceh, untuk bersikap tegas dan berpihak kepada aspirasi rakyat. Penolakan terhadap pembangunan empat batalyon ini harus dinyatakan secara terbuka sebagai wujud komitmen terhadap perdamaian dan tanggung jawab konstitusional terhadap rakyat Aceh.


    Kami tidak menolak institusi TNI sebagai bagian dari negara, tetapi kami menolak segala bentuk kebijakan yang berpotensi melanggar perjanjian damai dan mengancam ruang hidup masyarakat. Solusi untuk Aceh bukan militerisasi, melainkan pembangunan berbasis pendidikan dan kesejahteraan.


    Mari kita jaga dan rawat MoU Helsinki bukan hanya sebagai dokumen sejarah, tetapi sebagai kompas moral dan arah masa depan Aceh yang damai, adil, dan bermartabat.


    Penulis Oleh: Rahmat Rizki Presiden Mahasiswa Universitas Almuslim Periode 2025–2026


    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini