• Jelajahi

    Aplikasi (1) Artis (3) Covid 19 (1) Daerah (553) Hukum (85) Internasional (187) Kampus (57) Lifestyle (16) Nasional (276) Politik (74)
    Copyright © elitnesia.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Terlena Seremonial, Lupa Rakyat: Sebuah Kritik Psikologi Politik terhadap Respons Pemerintah Aceh

    16 Mei 2025, 18:00 WIB Last Updated 2025-05-16T11:00:12Z
    Penulis M.Syahrun bahagia


    Opini,- Panggung demi panggung digelar megah, spanduk terbentang di setiap acara, dan mikrofon bersahutan dengan pujian. Di sisi lain, rakyat Aceh mengeluh harga beras melonjak, minyak goreng tak terjangkau, dan uang belanja makin menipis. Ketika rakyat mengeluh, pemerintah sibuk berfoto.


    Menurut data BPS Aceh, inflasi tahunan Maret 2024 mencapai 3,38% (BPS Aceh, 2024), dengan bahan pokok sebagai penyumbang tertinggi. Namun, langkah pemerintah terlihat minim. Bantuan yang hadir pun lebih sering menjadi ajang simbolik: serah terima bantuan dengan kamera menyorot, bukan distribusi masif yang cepat dan tepat sasaran.


    Fenomena ini bisa dijelaskan melalui pendekatan psikologi politik: ketika pemimpin lebih mementingkan citra simbolik, rakyat akan merasa ditinggalkan. Harold D. Lasswell menyebutnya sebagai “politik simbolik” yang menjauhkan elite dari kenyataan sosial (Lasswell, 1951: 88). Alih-alih memperkuat kepercayaan publik, simbolisme berlebihan justru memicu rasa frustrasi.


    Bahkan, rakyat bisa mengalami apa yang disebut Martin Seligman sebagai learned helplessness: kondisi di mana masyarakat berhenti berharap karena sudah terlalu sering kecewa terhadap respons pemerintah (Seligman, 1975: 41). Apatisme ini berbahaya: ia mematikan partisipasi, kritik, bahkan harapan.


    Sudah saatnya pemerintah Aceh mengubah pendekatan: dari pemimpin panggung ke pemimpin lapangan. Seremoni bisa ditunda, tapi kebutuhan dapur rakyat tidak bisa menunggu.


    Penulis : M.Syahrun bahagia

    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini