• Jelajahi

    Aplikasi (1) Artis (3) Covid 19 (1) Daerah (551) Hukum (78) Internasional (185) Kampus (57) Lifestyle (16) Nasional (269) Politik (60)
    Copyright © elitnesia.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    IKLAN UTAMA

    Iklan

    Iklan

    Mesjid Aceh dan Tantangan Masa Depan

    Minggu, 10 Juli 2022, Juli 10, 2022 WIB Last Updated 2022-07-11T18:07:33Z

     

    Mesjid Raya Baiturrahman


    elitnesia.com| Nanggroe Aceh Darussalam,-  Sebagai daerah yang dijuluki Serambi Mekkah, di Nanggroe Aceh

    Darussalam cukup banyak dijumpai mesjid kuno sebagai salah satu

    warisan budaya Islam yang sangat penting.

     Mesjid kuno di Aceh memiliki

    ciri khas tersendiri baik ditinjau dari segi perletakan, struktur bangunan,

    arsitektur, ragam hias, fungsi dan lain-lainnya. Bangunannya didirikan di

    atas perletakan tanah yang menghadap kiblat,

     dengan bahan bangunan

    yang terdiri dari material-material yang ada di sekitar seperti batu gunung,

    tanah liat, kayu dan daun rumbia. Atap berbentuk tumpang dan pelana,

    Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan mesjid

    di Indonesia, maka hal ini terjadi seirama dengan proses penyiaran Islam

    itu sendiri. Oleh karena itu pembangunan mesjid mengikuti pola

    perkembangannya sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu. Dari daerah

    asalnya Aceh, Islam kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya.

    Tentu saja mesjid di daerah ini merupakan mesjid-mesjid yang tertua di

    Indonesia. Kemudian pembangunannya dilakukan dan berkembang ke

    kawasan Sumatra lainnya, ke Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan

    daerah-daerah lainnya.

    Dalam perkembangan berikutnya model ”Mesjid Aceh” yang sudah

    dikenal di Nusantara banyak dijadikan sebagian model pembangunan mesjid

    lainnya di Indonesia. Pembangunan mesjid ”Muslim Pancasila” misalnya

    adalah mengambil contoh mesjid Aceh yang selama ini diakui sebagai

    mesjid ”Para Wali” di Jawa.

    Dapat dipahami bahwa diantara para wali di

    Jawa ada yang berasal dari Aceh atau memiliki garis keturunan dengan

    ”Para Wali” dari Nanggroe Aceh Darussalam.

    Di Kota Banda Aceh terdapat empat buah mesjid kuno yang

    memiliki nilai historis yang tinggi. Keempat mesjid tersebut adalah Mesjid

    Raya Baiturrahman, Mesjid Teungku Di Anjong, Mesjid Teungku Di Bitai

    dan Mesjid Ulee Lheu. Diantara mesjid tersebut yang cukup terkenal,

    adalah Mesjid Raya Baiturrahman yang terletak di tengah-tengah Kota Banda Aceh. 

    Sebagai peninggalan sejarah mesjid tersebut tercatat dalam

    inventaris Nasional. Berikut akan dijelaskan riwayat singkat dari dua buah

    mesjid tersebut yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, yaitu

    Mesjid Teungku Di Anjong dan Mesjid Ulee Lheu.

    Mesjid Teungku Di Anjong

    Mesjid Teungku Di Anjong terletak di desa/kelurahan Pelanggahan

    Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Mesjid ini didirikan pada abad

    18 Masehi oleh seorang ulama yang berasal dari Arab Saudi (Hadramaut)

    Yang bernama Syekh Abubakar Bin Husin Bafaqih.

    Mesjid ini didirikan

    dengan konstruksi semi permanen bergaya Timur Tengah, dengan atap

    tumpang yang sudah dimodifikasi sebagai ciri khas Mesjid Aceh, Bahan

    dasar bangunan mesjid Teungku Di Anjong terdiri dari kayu, seng, semen,

    batu, papan dan mar-mar. Status tanah bangunan mesjid ini adalah tanah

    wakaf dengan luas situs 4 Ha.

    Dalam sejarah tercatat bahwa mesjid ini didirikan ketika kerajaan

    Aceh diperintah oleh Sultan Alaiddin Mahmud Syah(1287-1290 H/1870-

    1874 M).Beliau merupakan seorang raja yang arif,alim terutama dalam

    hukum Islam dan menaruh minat yang besar terhadap perkembangan

    agama Islam termasuk mendirikan mesjid.

    Nama mesjid Teungku di Anjong adalah sebuah julukan yang

    diberikan masyarakat Pelanggahan dimana tempat mesjid itu berdiri untuk

    mengenang dan menghormati sang ulama tokoh pendiri mesjid tersebut.

    Penobatan nama Teungku di Anjong adalah gelar yang dianugerahkan

    dengan ungkapan Tengku yang ”dianjong” yang berarti disanjung atau di muliakan.

    Syekh Abubakar Husin Bafaqih atau yang dikenal dengan ”Teungku di Anjong” sebelum mendirikan mesjid terlebih dahulu

    memanfaatkan rumahnya yang sangat sederhana sebagai tempat

    pengajian dan asrama bagi murid–muridnya yang memperdalam agama

    Islam dan bermalam di sana. 

    Oleh karena perkembangannya semakin

    hari semakin pesat, rumahnya tidak mampu lagi menampung murid–muridnya, akhirnya beliau mendirikan mesjid yang bukan hanya

    difungsikan sebagai tempat ibadah, tetapi juga dimanfaatkan untuk

    bermusyawarah, kepentingan pengajian, dan lain–lainnya. Kemudian

    mesjid tersebut dikenal dengan mesjid Teungku di Anjong sesuai dengan

    julukan yang diberikan masyarakat kepada ulama Syekh Abubakar bin

    Husin Bafaqih sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

    Mesjid Teungku di Anjong selain berfungsi sebagai sarana tempat

    shalat dan kegiatan - kegiatan ibadah lainnya, pada masa

    mempertahankan kemerdekaan Indonesia mesjid ini pernah dijadikan

    markas perjuangan kemerdekaan oleh laskar perjuangan Aceh dalam

    rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan

    penjajah Belanda (Zein,1999:21). Jadi mesjid Teungku di Anjong tercatat

    sebagai salah satu mesjid bersejarah di Kota Banda Aceh.

    Mesjid Ulee Lheu

    _Mesjid Ulee Lheu terletak di desa Ulee Lheu kecamatan Meuraksa

    Kota Banda Aceh. Menurut catatan inventaris benda cagar budaya tidak

    bergerak di Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan oleh kantor

    suaka peninggalan sejarah dan purbakala Aceh dan Sumatera Utara

    tahun 2001 luas situs mesjid Ulee Lheu 172 M2

    , kepemilikan negara yang

    didirikan di atas tanah berstatus waqaf.


    Mesjid Uee Lheu yang merupakan bangunan abad 19 M sudah mengalami perbaikan pada tahun 1989 atas biaya swadaya

    masyarakat,akibat perbaikan ini, mesjid tersebut tidak insitu lagi.

    Mengunjungi mesjid ini dapat ditempuh melalui jalan Sultan Iskandar

    Muda kira-kira 5 km arah barat Kota Banda Aceh.

    Melihat gaya mesjid ini dari arah timur laut mirip gaya gotik (Eropa),

    terutama pada lengkungan pilar pintu masuk dan sayap. Mesjid ini tidak

    memiliki kubah dan tidak ada menara, atapnya terdiri dari seng. Pada

    bagian puncak serambi mesjid ini terdapat ukiran Al-Qur’an yang mirip

    dengan bentuk kubah. Mesjid ini sudah banyak mengalami perubahan,

    terutama pada dasar mesjid seperti lantai sudah menggunakan cor beton

    dan balok sebagai tiang penyangga.

    Beberapa hiasan dijumpai pada mesjid ini seperti pada tangga

    mesjid dan dinding terdapat pola hias kaligrafi bahasa arab, ada belah

    ketupat dan sulur-sulur daun, setangkai bunga teratai. Jendela mesjid ini

    dibuat dari kayu jati dengan model gaya Eropa. Nampaknya mesjid ini

    masih terawat dengan rapi, tetap berfungsi dengan baik. Letaknya yang

    strategis di persimpangan jalan Ulee Lheu selalu banyak dikunjungi dan

    dipandang orang. Mesjid ini merupakan salah satu harapan dan

    kebanggaan masyarakat khususnya warga Ulee Lheu, namun sayang

    musibah gempa dan tsunami 26 Desember 2004 telah menghancurkan

    sebagian mesjid ini. 

    Editor (ipul)

    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini