Elitnesia.id|Banda Aceh — Polemik status empat pulau yang sebelumnya menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, namun kini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, menuai sorotan tajam dari Ketua Umum Partai Perjuangan Aceh (PPA), Prof Adjunct Dr. Marniati, MKes.
Empat pulau tersebut Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2–2138 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 25 April 2025. Kebijakan ini sontak memicu kekecewaan berbagai elemen masyarakat Aceh, termasuk kalangan politik.
"Kami mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mengambil langkah strategis dan tidak tinggal diam. Empat pulau itu bagian dari Aceh dan harus dikembalikan ke wilayah kita," tegas Prof Marniati dalam keterangan pers, Rabu (11/6/2025).
Ia menilai keputusan Mendagri tidak hanya mengabaikan semangat perdamaian yang diamanatkan dalam MoU Helsinki, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan antarwilayah.
"Dalam MoU poin 1.1.4, batas wilayah Aceh merujuk pada peta administratif tahun 1956. Ini seharusnya menjadi acuan sah," ujarnya.
Lebih jauh, Prof Marniati menyoroti aspek yuridis dari keputusan tersebut. Ia menyebut, Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) mewajibkan adanya konsultasi dengan Gubernur Aceh dalam setiap kebijakan administratif yang menyangkut Aceh.
“Keputusan ini terkesan sepihak dan mengabaikan prinsip-prinsip otonomi yang dijamin dalam UUPA,” kata Marniati.
Ia juga mengingatkan adanya kesepakatan yang pernah tercapai pada 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu yang menyepakati bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
“Kita punya dasar historis dan legal yang kuat. Maka ini bukan hanya soal kedaulatan wilayah, tetapi juga soal harga diri Aceh,” ujarnya.
Prof Marniati berharap Presiden Prabowo Subianto dapat memberikan perhatian khusus terhadap persoalan ini. Ia meyakini, keterlibatan langsung kepala negara diperlukan untuk mencegah meluasnya keresahan sosial di tengah masyarakat.
Menutup pernyataannya, Ketua Umum PPA itu menyerukan solidaritas seluruh elemen masyarakat Aceh dari para tokoh politik, ulama, akademisi, hingga pemuda dan mahasiswa untuk mengawal perjuangan ini secara bersama-sama.
“Jika kita memiliki bukti dan dokumen kuat, maka tak ada alasan untuk mundur. Ini saatnya Aceh menunjukkan bahwa kita tidak diam bila hak kita dirampas,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar